google.com, pub-2032731931779399, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Pahlawan Bukan Papa Minta Saham

PAHLAWAN memiliki arti seseorang yang memiliki keberanian untuk mengorbankan dalam membela kebenaran, ia seorang pejuang yang gagah berani dalam membela tanah air bernama Indonesia. Darah dan nyawa ia korbankan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Namun era sekarang ini, musuh kita bukan lagi dari bangsa luar. Akan tetapi ia datang di dalam negeri sendiri. Sebagaimana Ir. Soekarno pernah mengatakan, "Perjuangan lebih mudah melawan penjajah, namun lebih sulit melawan bangsa sendiri."

Sebagaimana kita ketahui sekarang ini banyak organisasi atau lembaga yang berdiri dan mereka berusaha meruntuhkan NKRI. Mereka adalah kelompok yang berusaha memecah belah persatuan bangsa, merusak tatanan Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.

Apa makna pahlawan saat ini? Pahlawan secara definisi dari bahasa sansekerta pahlawan memiliki makna; phala – wan yang berarti orang dari dirinya menghasilkan buah (phala).

Dalam artian ini bisa bermakna bahwa phala dapat dimaksudnya dengan "Pahala” yakni ia melakukan perbuatan kebaikan yang berdimensi horisontal dan vertikal. Jadi pahlawan seseorang yang melakukan kebaikan dan pengorbanan baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, agama maupun bagi bangsa ini semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah. Phala yang berarti buah, sedangkan pahala adalah buah manis tersebut.

Kalau begitu jangan berharap mendapat gelar pahlawan, jika kita memiliki keingkaran kepada NKRI dan tentunya keimanan kita kepada Tuhan. Sebagaimana seorang pendidik sudah tersematkan gelar, "pahlawan tanpa tanda jasa".

Sesuai dengan nalar epistemologis, menurut semantic Yonky Karman (2006) bahwa arti plahlawan adalah pelopor, yang lebih dari sekadar produk zaman. Maksudnya, kepeloporan dan martir dalam hal gagasan dan perbuatan. Disamping istilah pahlawan, kerap pula kata patriot digunakan. Patri yang bermakna teguh atau lekat, bersifat cinta tanah air (nasionalisme) dalam pengertian patriotisme. Sekadar informasi dan pengayaan bahasa, di negeri Inggris (barat), selain hero (pahlawan), juga dikenal istilah heroine yang artinya pahlawati. Dualitas wan dan wati dalam semiotika pahlawan, jelas akan menimbulkan bias jender.

“Aku berani maka aku ada” merupakan adagium pertama yang harus dipenuhi untuk (men)jadi pahlawan. “Berani” menanggung resiko ada dalam interpretasi tanggung jawab. Lalu aspek “berani” harus juga ada dalam konteks kebenaran itu sendiri. Misalnya, berani mengambil jalan oposisi di zaman pra-reformasi tentu jauh lebih beresiko ketimbang saat ini.

Persoalannya akan jadi berbeda, ketika kita memasuki dimensi keberanian yang lain. Umpamanya, Munir, Widji Tukul, Pramoedya Ananta Toer dan Pollycarpus sama-sama pemberani dan melakukan pengorbanan. Namun aspek manakah yang mengikuti teks kebenaran? Bila keduanya berlandaskan pada nilai yang berseberangan, maka hanya satu yang laik masuk “kandidat” sebagai pahlawan.

Soal aspek pengorbanan. Sekarang, kian sulit ditemui orang yang mau berkorban dengan sikap nir-pamrih. Ikhlas bertindak dan ketulusan nurani merupakan syarat mutlak untuk memperoleh gelar patriotik. Pengorbanan kini ditelikung oleh cara pikir kapitalistik demi penambahan akumulasi keuntungan.

Pahlwan itu phala-wan yang berarti pahala. Pahala adalah bonus dari laku budi. Maka dalam aspek dimensi ritual kesalehan sosial dan individu kita dituntut untuk berloma-lomba dalam kebaikan.

Jadi silahkan berbuat untuk kebaikan, kebenaran dan pengorbanan. Menaburkan benih laku budi kepada siapa saja yang membutuhkan dan bersikap ekstra ramah terhadap manusia dan alam ini. Maka kebahagiaan yang jauh lebih besar akan datang kepada diri anda.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1-3). (Pondokbanjar/Lukni Maulana An Nairi)