Semarang Makin Semanger
Oleh: Eko Tunas
Foto: Kegiatan Sastra oleh Pondokbanjar saat launching antologi puisi Topeng Monyet Pendidikan bersama Komunitas Sastra bertempat di Kedai ABG Patemon Semarang. |
SEMARANG makin meriah dengan kegiatan seni dan sastra. Baik yang rutin setiap bulan maupun yang setiap hari unjuk gigi. Sastra Pelataran yang digagas Agoes Dhewa dan Handri Tm menjadi ajang bulanan pemanggungan plus-plus diskusi sastra. Diselenggarakan di Gedung PWI Jateng, dengan kenyamlengan menu Sego Kucing Wiwik Lingkar. Ada kopi, tentu, juga wedang rempah yang wesewes.
Kafe Buku di Kota Lama menjadi ruang sehari-hari. Disamping menu apa saja ada anda bisa membaca buku-buku sastra yang tersedia. Dikelola oleh Es Cao Dewi yang ramah bingits dan Imam Subagyo yang sigap sumonggo. Di sini tiap hari ada kelompok-kelompok diskusi sengaja atau tak sengaja. Juga acara yang teragenda secara ciamik. Dikabarkan malam tahun baru akan gayeng sampai pagi.
Di ujung tahun ada dua acara sangat penting. Yakni diskusi novel gila-gilaan karya filosof nyentrik Martin Suryajaya, dan Kembali ke Kata yang digagas Ganjar Sudibyo. Poster bisa dilihat, lanjut poster dahsyat pertunjukan hebat Wayang Tenda "Nandang Wuyung".
Masih banyak ruang dan personae menarik lainnya. Seperti yang sudah kondang Kedai Budaya ABG (Achiar Permana, Babahe, Gunawan Budi Susanto) di dekat Kampus Unnes. Budi Maryono yang baru nerbitin buku "Bapak Nakal", lalu obrolannya bisa diikuti tiap tanggal 25 di maiyah budaya Gambang Syafaat di Aula Masjid Baiturrahman Simpanglima. Juga Teha Edy Djohar yang suka bikin kehebohan: dari pesta budaya rakyat, ngamen puisi, sunatan, hingga slulup di kubangan tinja melalui Komunitas Kaligawe (KOWe)
Di musik ada jazz Ngisor Ringin, blues Poembluesukan Sandra Palupi dan Kurniawan Yunianto dkk, balada Suara Nabya Latree Manohara dkk. Juga ada musik teateral Dari empat-sekawan Basa Basuki, Lukni Maulana, Cotrex Creatio, Goenoeng Percussion dengan label Germo - bukan mucikari tapi Gerakan Rakyat Miskin Kota.
Lalu ada Sulis Bambang yang punya Sedekah Budaya melalui Komunitas Bengkel Puisi Taman Maluku. Acara yang berkonten budaya, yang diselenggarakan cukup acap tapi tidak tidak terikat rutinisme.Teater Lingkar yang sedang gencar pentas di kampung-kampung atau pesantren. Tidak boleh dilupakan juga sastra dan teater kampus. Begitupun Kumandang Sastra yang menyala di Radio RRI dan stasiun televisi swasta Cakra Semarang TV. Dan masih banyak lagi seperti Komunitas Laci Kata, Club Buku Semarang. Itu belum lagi kegiatan di Surau Kami.
Apalagi ya, payah faktor "U" ini, tapi teman semua boleh menambahkan di komen. Pokoknya yang penting semanger, regeng, tolalet...
Oh ya di bidang senirupa ada Tan Markaban dan Bayu Tambeng.
Oh ya lagi di bidang penerbitan ada majalah sastra "Kanal". Jentera Semesta dari Pondokbanjar oleh Lukni Maulana, dan Gigih Pustaka Mandiri oleh Budi Maryono.
NB: keregengan ini tidak dilihat oleh pemkot plus lembaga keseniannya. Padahal ini yang akan membuat Semarang sebagai metropolis sekaligus kota budaya. Jauh dari primitifisme ala Jakarta yang isinya cuma heboh pertengkaran orang-orangnya. Maju terus seniman dan sastrawan Semarang: tanpa tendensi terkenal sadonya Trump.