![]() |
Aliran air Sendang Wareng TBRS (Foto Sumber: Daniel Hakiki) |
Oleh: Eko Tunas
ADA banyak sendang di Semarang. Bahkan beberapa kampung menggunakan nama sendang. Antaralain, Sendang Mulyo dan Wonodri Sendang. Di Tegalwareng, di dalam Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), ada juga sendang, Sendang Wareng.
Di 1980-an area di kampung Tegalwareng ini masih merupakan hutan kota. Atau konservasi pohon-pohon besar/langka, dengan kebun binatangnya. Nah, di antara pohon beringin, angsana, ada sendang dengan kapasitas air yang jernih itu.
Bagi ahli kopi seperti Halim HaDe, air sendang sangat baik untuk minuman kopi. Seperti yang pernah ia katakan, air sumur atau air sendang lebih bekualitas untuk jerang kopi. Sangat berbeda rasa, lanjutnya, kopi yang dijerang dengan air PAM yang sudah ada kandungan obat.
Termasuk seperti yang dikatakan Kurniawan Yunianto, akan lebih sedap bila secangkir kopi diberi taburan garam. Secara impresif, ada pertemuan antara gunung, sendang, laut. Atau yang dalam filosofi Jawa merupakan titik sendang di antara pertemuan segara gunung.
BANYU
Daniel Hakiki berkomen plus foto dalam status ini. Tentang aliran dan rembesan air di tanah area TBRS. Pertanyaannya, mungkinkah Semarang merupakan sumber besar air, atau konservasi yang dimaksud sebagai resapan air. Ini butuh informasi dari ahli, atau penelitian mengenainya. Termasuk, mengapa hutan kota terletak di Tegalwareng.
Satu kenyataan, di Semarang atas ada kawasan bernama Banyumanik. Di salahsatu kampungnya, Pedalangan, ada beberapa sendang. Termasuk di Kafe Sanutoke yang pernah saya kelola, adalah salahsatu sendang yang ada. Satu hal yang menarik, mengapa kawasan ini diberi nama Banyumanik.
Menurut pelajaran geografi, Semarang merupakan daerah/tanah patahan. Yakni tanah yang sebagian patah/anjlok, sehingga tercipta daerah atas (horst) dan daerah bawah (slenk). Dari ini mungkin ada pertemuan aliran air dari gunung Ungaran dan air laut, menjadi genangan besar di bawah tanah.
Genangan besar inilah yang dimungkinkan naik ke permukaan tanah menjadi sendang. Atau menjadi aliran dan rembesan seperti yang tampak dalam komen Daniel. Di daerah atas saja, di Banyumanik, ada titik-titik tertentu yang untuk digali sebagai sumur cukup dua meteran sudah sampai di sumber air dalam tanah.
KONSERVASI
Saya mulai mengamati ini sejak saya tinggal di Semarang pada 1981. Hutan kota dan kebun binatang adalah tempat saya pacaran dengan mantan pacar. Kemudian setelah menikah, kami tinggal di Banyumanik. Lanjut TBRS dan Banyumanik, seperti pernah dikatakan Timur Suprabana, adalah sumber proses berkesenian saya.
Saya tidak tahu persisnya berapa hektar hutan kota dan kebon binatang. Ke barat sampai jalan samping Wonderia, ke timur sampai Gedung Wanita. Ke selatan sampi Jl Kawi belakang RS Elisabeth. Nah, di situ ada dua sendang, sendang atas dan bawah. Yang bawah seperti kita ketahui ada di area Wonderia, dulu untuk memancing. Entah sekarang masih ada atau sudah diurug.
Dulu saat mertua saya dirawat di Elisabeth, ke area d/h THR Tegalwareng saya biasa berjalan kaki. Di bagian belakangnya ada teater arena dan sendang atas. Setelah jadi TBRS saya lihat bagian belakang itu sudah terurug bekas bangunan entah darimana, termasuk teater arena dan sendang atas itu. Bagi saya ini satu hal yang memprihatinkan.
Saya juga tidak tahu ada berapa ratus pohon langka di hutan kota plus kebon binatang itu. Sekarang setelah kebon binatang dipindah, dan dibangun bangunan-bangunan termasuk TBRS, mungkin tinggal puluhan atau belasan pohon. Dari perekayasaan ini, kita hanya bisa melakukan konservasinya, menjaga pohon-pohon langka yang masih ada.
Tidak tahu bagaimana jadinya, kalau area itu kemudian dialih fungsikan menjadi tempat hiburan modern klas Hollywood. (Eko Tunas: Seniman serba bisa)