![]() |
Budayawan Semarang Djawahir Muhammad memberikan pandangan keunikan dan esotika kota Semarang |
MENGHADIRI acara Silaturahmi dan Sarasehan Budaya yang mengusung tema "Merajut Kembali Ruang Berkesenian Semarang" diselenggarakan oleh Kompas biro Jawa Tengah di Kantor Kompas Grup, Kamis (15/06/2017)
Berbicara tentang tema "Kesenian Semarang" maka yang terlitas dibenak kita adalah wacana dan bahkan mitos tentang "Semarang Kuburan Seni." Jadi persoalan tersebut seringkali menjadi rujukan pembahasan oleh beberapa kalangan media maupun komunitas.
Jika Kota Semarang dianggap sebagai "Kuburan Kesenian" hal itu merupakan kepicikan dan iri terhadap esotika, potensi, dan keanekaragaman yang dimiliki kota Semarang. Jadi stigma negatif tersebut perlu dihapuskan, hal itu merupakan cara pandang yang sempit oleh beberapa orang yang menginginkan Semarang menjadi obyek tanpa dinamika berkesenian. Namun tidak mengapa jika hal tersebut justru membangkitkam kesenian di kota Semarang tercinta. Tentu dengan catatan bawasanya stigma tersebut perlu dihilangkan dari cara berfikir kita yang sempit.
Ada beragam keanekaragaman dan multikultural yang membentuk Kota Semarang yang tentunya tidak dimiliki kota lain seperti: pertama, banyak tokoh seni lahir dari Kota Semarang sehingga namanya diakui nasional bahkan internasional sebut saja, pada penulisan sastra ada NH. Dini, Triyanto T, Habiburahman. Dibidang seni lukis ada Raden Shaleh, begitupun dunia pewayangan, seni musik maupun teater.
Kedua, komunitas ataupun lembaga seni juga bertebaran di Kota Semarang. Dari yang struktural pemerintahan hingga yang mandiri dan independent. Ketiga, begitupun juga dengan fasilitas ruang kesenian. Para pecinta dan pegiat seni bisa beraktifitas dimanapun, hal inilah yang memicu kreatifitas mereka untuk berkembang dan menemukan jati dirinya. Ruang-ruang publik bisa menjadi panggung mereka, soal bangunan ada beragam sebut saja gedung nartosabdo, Taman Budaya Raden Saleh, Pusat Kesenian Rakyat Jawa Tengah, Gedung Sobokarti, Museum Ronggowarsito.
Kelima, soal karya para pelaku kesenian Semarang sangat diakui sebut saja karya-karya novel religinya Habiburrahman, novelnya NH. Dini dan Triyanto yang sudah diterjemahkan ke bahasa asing, karya lukis, bahkan karya perfilman yang digarap Garin Nugroho maupun karikatur. Pada bidang karikatur, penyelenggaraannya bahkan tingkat Internasional, itupun baru kota Semarang yang sanggup membuat event besar tersebut.
Keenam, yang perlu diketahui bahwa Kota Semarang merupakan kota berbasis dagang dan jasa, sehingga banyak para turis dan akademisi luar negeri yang justru sering mengadakan penelitan di Kota Semarang. Oleh karena kebudayaan yang tubuh di masyarakat, baik dibidang bangunan, kuliner, mapun wisata. Kota Semarang memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki kota-kota lain, maka tidak heran jika Kota Semarang pernah disinggahi armada Cheng Ho karena Kota Semarang menjadi pusat pelabuhan terbersar di Kota Semarang. Begitupun energi positif melingkupi kota Semarang yang diapit gunung-gunung dan lautan.
Maka hapus stigma negatif tentang kesenian di kota Semarang. Jika ada yang bertanya, ada event-event besar kota Semarang selalu di lewati itu bukan karena Kota Semarang tidak memiliki basis bakat dan potensi, para pelaku seni sangat menyadari bawasanya event tersebut hanya memakan nilai komersialisasi. Sedangkan budaya kota Semarang orangnya rendah hati dan tidak ingin menonjolkan dirinya.
Dan yang paling penting yakni memang fasilitas sarana dan prasarana perlu ada penambahan. Ini menjadi pekerjaan rumah tangga pemerintah kota Semarang. Begitupun soal publikasi perlu ada dorongan kerja sama antara birokrasi, masyarakat sipil, masyarakat ekonomi dan tentunya pemerintah kota Semarang.
Selamat datang di Kota Semarang.