![]() |
Mobil Esemka dan Peswat R80 Impian BJ Habibie |
Presiden Ketiga
Republik Indonesia dan Presiden penemu teori sayap pesawat terbaik dunia Bacharuddin
Jusuf Habibie atau yang biasa dikenal dengan BJ. Habibie menghembuskan nafas
terakhir di RSPAD Gatot Soebroto.
BJ Habibie
dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau
merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil
Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo.
BJ Habibie
tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi rakyat Indonesia
yang menjadi ide Soekarno ketika itu. Dari situlah muncul perusahaan-perusahaan
strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN. Bahkan sempat ramai di
media sosial untuk patungan membuat pabrik pesawat asli Indonesia.
Pengamat
politik Tony Rosyid mengatakan kedanti Habibie orang baik, pintar dan hebat,
toh bangsa ini pernah tak menghendaki jadi presiden. Ini terjadi di tahun 1999.
Laporan Pertanggungjawaban Habibie sebagai presiden ditolak di sidang MPR.
Satu-satunya faktor, jika boleh dibilang begitu, adalah lepasnya Timor Timur
dari Indonesia.
“Tak ada
ruang dan kesempatan bagi alumni ITB ini untuk mencalonkan diri jadi presiden.
Habibie berbesar hati, dan menyadari kegagalannya. Tak terlihat upaya untuk
"ngotot" mencalonkan diri. Dan memang, tampak Habibie bukan tipe
manusia yang ambisius untuk menjadi presiden,” ucapnya
Lagi-lagi
ini soal nasib. Untuk menjadi presiden tidak saja butuh syarat baik, jujur dan
pintar, berkapasitas dan punya integritas, tapi juga nasib baik. Faktor
terakhir inilah yang menentukan.
“Beda
Habibie, beda Jokowi. Untuk Jokowi, modal Esemka cukup untuk mensukseskannya
jadi Gubernur DKI dan kemudian jadi presiden. Bahkan dua periode. Ini soal
nasib. Kendati banyak yang mempersoalkan janji politiknya. Tapi, Jokowi punya takdir
yang tak dimiliki Habibi,”
Ternyata,
pengalaman dan kehebatan membuat kapal terbang kalah nasib dengan mobil
Esemkanya anak-anak dari tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Surakarta
binaan pemilik bengkel bernama Sukiat.
Sekali lagi,
ini bukan soal kehebatan. Ini bukan soal kapasity dan integrity. Bukan soal
baik dan pintar. Tapi ini soal nasib. "Wong pinter kalah Karo wong
bejo", begitu kata pepatah Jawa. Hanya Tuhan yang punya otoritas untuk
menentukan variabel bejo itu.
“Membandingkan
integritas dan kapasitas kedua presiden ini akan menjadi pelajaran penting dan
berharga bagi bangsa ini untuk menatap masa depannya. Khususnya di dalam
memaknai kembali visi bangsa dan praktek demokrasi yang selama ini berjalan di
negeri ini. Sebab, setiap sistem dan praktek demokrasi akan menentukan
setidaknya dua hal. Pertama, tipe pemimpin seperti apa yang akan lahir. Kedua,
bagaimana nasib bangsa ini kedepan,” pungkas Tony.
Baca juga:
Akankan Jokowi dilantik
Baca juga:
Akankan Jokowi dilantik