PADA hari jum’at yang berkah ini dan tepat juga pada peringatan
Hari Guru Nasional, kita dikejutkan di dunia media sosial berupa viral seorang
anak pemuda bernama Pandu W yang menghina KH. Mustofa Bisri atau yang akrab
dipanggil Gus Mus. Penghinaan tersebut terjadi di Twitter, Pandu W menanggapi
pernyataan Gus Mus dengan emosi. Ia mengatakan “maaf” (Ndasmu atau Kepalamu)
kepada Gus Mus.
Tentu hal tersebut menjadi empati atas dunia pendidikan karakter bangsa
ini. Bagaimana seorang pemuda tidak memiliki sikap hormat kepada orang tua dan
bahkan kepada seorang guru bangsa bernama Gus Mus. Hal ini memicu beragam emosi
para santri, para pecinta dan pengagum Gus Mus, dan bahkan pihak ditempat Pandu
W bekerja, sehingga ia mendapatkan SP3 di perusahaannya.
Dengan bijaksana Gus Mus memberikan “maaf” kepada Pandu W. Gus Mus
memberikan contoh terbaik sebagai seorang guru bangsa yakni dengan memberikan pemakluman “Maklum masih muda.” Dan Gus Mus berpesan, “Jika ada yang menghina atau
merendahkanmu jangalah buru-buru emosi. Siapa tau dia memang digerakan Allah
untuk mencoba kesabaranmu.”
Pantas jika Gus Mus saat ini adalah Guru Bangsa, karena sikapnya yang
mampu menilai baik secara psikolologis maupun filosofis. Sebagaimana kita
ketahui bahwa di pesantren kita diajarkan belajar Kitab Ta’limul Muta’alim
karya Syekh az-Zarnuji ini berisi tentang etika dan metode bagi pelajar untuk
meraih keberkahan ilmunya.
Bahkan sebagai orang jawa diajarkan untuk memliki perlaku ungah-unguh
terhadap orang tua. Keharmonisan itu adalah tata krama, kesantunan yang berlaku
pada masyarakat kita. Bagi masyarakat Jawa kesantunan kerap disebut sopan
santun, unggah-unnguh, atau tata krama atau etika.
Semoga di Hari Guru Nasional ini kita mendapatkan keberkahan dan
kemanfaatan ilmu dari guru-guru yang telah mengajarkan, memberikan atau
mentransfer ilmu, sikap, dan perilakunya kepada kita. (Pondokbanjar)