google.com, pub-2032731931779399, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Tegaknya Hukum Umar atas Amr bin Ash

SUATU ketika Umar bin Khattab sedang berkhotbah di masjid di kota Madinah tentang keadilan dalam pemerintahan Islam. Pada saat itu muncul seorang lelaki asing dalam masjid, sehingga Umar menghentikan khotbahnya sejenak, kemudian ia melanjutkan.

“Sesungguhnya seorang pemimpin itu diangkat dari antara kalian bukan dari bangsa lain. Pemimpin itu harus berbuat untuk kepentingan kalian, bukan untuk kepentingan dirinya, golongannya, dan bukan untuk menindas kaum lemah. Demi Allah, apabila ada di antara pemimpin dari kamu sekalian menindas yang lemah, maka kepada orang yang ditindas itu diberikan haknya untuk membalas pemimpin itu. Begitu pula jika seorang pemimpin di antara kamu sekalian menghina seseorang di hadapan umum, maka kepada orang itu harus diberikan haknya untuk membalas hal yang setimpal.”

Selesai khalifah berkhotbah, tiba-tiba lelaki asing tadi bangkit seraya berkata; “Ya Amiirul Muminin, saya datang dari Mesir dengan menembus padang pasir yang luas dan tandus, serta menuruni lembah yang curam. Semua ini hanya dengan satu tujuan, yakni ingin bertemu dengan Tuan.”

“Katakanlah apa tujuanmu bertemu denganku,” ujar Umar. “Saya telah dihina di hadapan orang banyak oleh Muhammad putra Amr bin Ash, gubernur Mesir. Dan sekarang saya akan menuntutnya dengan hukum yang sama.” “Ya saudaraku, benarkah apa yang telah engkau katakan itu?” tanya khalifah Umar ragu-ragu. “Ya Amiirul Muminin, benar adanya.”

“Baiklah, kepadamu aku berikan hak yang sama untuk menuntut balas. Tetapi, engkau harus mengajukan empat orang saksi, dan kepada Amr aku berikan dua orang pembela. Jika tidak ada yang membela gubernur, maka kau dapat melaksanakan balasan dengan memukulnya 40 kali.”

“Baik ya Amiirul Muminin. Akan saya laksanakan semua itu,” jawab orang itu seraya berlalu. Ia langsung kembali ke Mesir untuk menemui gubernur Mesir Amr bin Ash.

Ketika sampai ia langsung mengutarakan maksud dan keperluannya. “Ya Amr, sesungguhnya seorang pemimpin diangkat oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. Dia diangkat bukan untuk golongannya, bukan untuk bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya, dan bukan pula untuk menindas yang lemah dan mengambil hak yang bukan miliknya. Khalifar Umar telah memberi izin kepada saya untuk memperoleh hak saya di muka umum.”

“Apakah kamu akan menuntut gubernur?” tanya salah seorang yang hadir.

“Ya, demi kebenaran akan saya tuntut dia,” jawab lelaki itu tegas.

Seketika itu Khalifah Umar binKhattab memanggil seluruh sahabatnya untuk membicarakan masalah ini. Lantas Umar memberikan keputusan dengan menyuruh Amr bin Ash yang menerima hukuman tersebut, karena pembentukan sifat dan karakter seorang anak tidak lepas dari peran tanggungjawab orangtua. 

Padahal Umar dan Amr adalah sama-sama sahabat Rasulullah Saw, orang-orang pilihan yang sama-sama menyangi dan menaruh hormat satu sama lain, yang selalu mendahulukan kepentingan sahabatnya daripada kepentingan sendiri.

Amr bin Ash pun menerimanya dengan rela hati dan menyuruh orang rakyatnya yang notabene nasrani qobti untuk melakukan apa yang ingin ia lakukan. Dan dalam riwayatnya orang qobti tersebut akhirnya mengucapkan syahadat. (Pondokbanjar/Alfin Hidayat)