Oleh: Tim Pokja
Penelitian (Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang,
Kemdikbud)
Eksistensi
dongeng mengalami tantangan besar di Indonesia. Kemajuan teknologi informasi
membawa arus globalisasi yang menggerus tradisi lisan diberbagai penjuru
nusantara. Dongeng kalah saing dengan cerita-cerita rakyat yang berasal dari
negara-negara lain yang telah ditarnsformasikan ke media digital. Sebagai
warisan budaya tak benda (intangible heritage) yang miliki nilai-nilai luhur
bangsa dongeng perlu didokumentasikan dan dilestarikan.
Melihat peran
penting dongeng dalam proses pendidikan anak, maka Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan
Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengadakan diskusi hasil penelitian “Dongeng dalam Membentuk
Identitas dan Memori Kolektif Bangsa.” Diskusi dilaksanakan di Ruang Sidang
Puslitjakdikbud-Kemdikbud Lantai 19 Gedung E, Komplek Kemdikbud pada Selasa, 29
Desember 2015. Tujuan dari diskusi hasil penelitian ini adalah memberikan
rumusan mengenai kebijakan pelestarian dongeng sebagai upaya merawat memori
kolektif bangsa. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian 3 lokasi yaitu; di
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan melibatkan berbagai pegiat,
praktisi, pencinta, pendongeng dan komunitas dongeng yang sudah ada seperti;
Asosiasi Tradisi Lisan di Jakarta, Kampung Dongeng di Bandung, Kampung Dolanan
di Yogyakarta, Yayasan Untukmu Si Kecil di Jember, Komunitas Pelestari Bumi
Puger Jember, Balai Melayu Yogyakarta, dll.
Dongeng
Membentuk Karakter Anak Anti Korupsi
Selain
menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini menggunakan systematic review
dalam metode penelitian yang dilakukan dengan melakukan telaah terhadap 100
hasil penelitian baik berupa skripsi, tesis dan disertasi yang tersebar di
beberapa kampus seperti; Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada,
Universitas Negeri Sebelas Maret, Universitas Padjajaran, Universitas Malang,
dan Universitas Airlangga. Dari hasil systematic review yang dilakukan, 81%
hasil penelitian berkaitan dongeng yang ada di Indonesia berkaitan erat degan
nilai moral dan pendidikan karakter yang ada di masyarakat. Sedangkan dalam
wilayah masalah translasi dan modifikasi sebanyak 8%, dan 11% sisanya berkaitan
dengan hukum, lingkungan hidup, motif pakaian dan kepemilikan komunitas.
Berkaitan dengan
nilai moral dan pendidikan karakter, salah satu cerita yang dibahas dalam
diskusi hasil penelitian ini adalah cerita kancil yang sering dipandang berkait
erat dengan maraknya korupsi di Indonesia saat ini. Dalam sejarah, versi tertua
dari dongeng kancil diketahui ditulis oleh Kyai Rangga Amongsastra, yang
menulis Serat Kantjil Amongsastra pada tahun 1822 di jaman Pakubuwono V di
Kasunanan Solo. Dongeng mengenai kancil selanjutnya mempunyai beragam versi
seperti kancil dan buaya, kancil dengan kura-kura, kancil dengan monyet dan
banyak lainnya menjadi fabel yang paling populer di masyarakat yang menyebar
hingga Kalimantan dan Sulawesi. Saking populernya kisah tentang Kancil,
sampai-sampai ia juga diterjemahkan dari bahasa Jawa ke bahasa Melayu oleh F.
L. Winter pada tahun 1881 dengan judul Lotgevallen van den Kantjil in het
Maleisch–Riwajat dengan segala perihal dari pada Kantjil. Selanjutnya,
pemerintah kolonial pada tahun 1896 menerbitkan buku Indische Kinderboeken yang
merupakan cikal bakal dari banyaknya buku cerita anak yang beredar di seluruh
Indonesia saat ini.
Kebijakan
pemerintah kolonial dalam usaha membangun karakter bumiputera dengan cara
menerbitkan dongeng-dongeng yang dibuat oleh penduduk asli (pribumi) disinyalir
sebagai bagian dari upaya meneguhkan kolonialisme. Semisal Cerita Kancil
Mencuri Timun seolah terkesan menghibur, namun bila dikaji lebih jauh dapat
berdampak negatif bagi anak-anak. Untuk itu, diperlukan interpretasi ulang
terhadap dongeng kancil yang ada, dengan memasukkan nilai-nilai kejujuran,
mengajarkan bahwa mencuri adalah tindakan tidak terpuji. Dengan demikian,
nilai-nilai anti korupsi dapat diajarkan sejak dini kepada anak-anak dalam
upaya membangun karakter mereka.
Tawaran
Kebijakan
Melihat
pentingnya dongeng dalam membangun identitas dan memori kolektif bangsa, maka
upaya yang dapat dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal
ini Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal
Kebudayaan adalah dengan mendirikan Museum Dongeng Nusantara. Berdasarkan
penelitian yang sudah dilakukan, museum bisa mengambil bentuk museum virtual
maupun terintegrasi dengan taman budaya yang ada di masing-masing provinsi.
Pendirian museum dongeng dapat menjadi media transformasi nilai budaya yang
efektif bagi pelestarian dan merawat memori kolektif serta identitas bangsa.
Selain itu,
alternatif lainnya, Kemdikbud juga dapat menggiatkan gerakan living museum di
semua daerah dengan mengajak partisipasi dan pelibatan publik di dalamnya.
Dalam menggiatkan living museum, setidaknya ada beberapa hal yang dapat
dilakukan. Pertama, mengajak berbagai kegiatan komunitas untuk menghadirkan
masa lalu sebagai bagian dalam upaya melawan lupa. Kedua, menempatkan living
museum sebagai tujuan edukasi dan transmisi pengetahuan kepada khalayak.
Ketiga, perlunya pemerintah menjembatani kerjasama dari berbagai pihak secara
multidisiplin ilmu maupun profesi untuk mengembangkan kegiatan untuk
menghadirkan masa lalu tersebut yang lebih kreatif dan bisa dimanfaatkan untuk
ke depan.